Surabaya, Madura Post – Peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2025 menjadi momentum refleksi pahit bagi Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur. Tren PHK yang terus meningkat selama tiga tahun terakhir di Jawa Timur, mengancam kehidupan ribuan keluarga. Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Hari Yulianto, menyoroti kenaikan angka PHK yang mengkhawatirkan.
"Buruh bukan hanya tulang punggung pembangunan, tetapi juga representasi ekonomi nasional dan daerah. Negara dan DPRD harus hadir menjamin kesejahteraan dan kepastian kerja mereka," tegas Hari Yulianto, Rabu (30/4/2025).
Data resmi menunjukkan lonjakan PHK yang signifikan. Tahun 2023, tercatat 64.855 pekerja di-PHK di Jawa Timur, menempatkannya di lima besar provinsi dengan angka PHK tertinggi di Indonesia. Tahun 2024, angka nasional mencapai 77.965 pekerja, dengan 8.394 pekerja di Jawa Timur kehilangan pekerjaan. Sektor industri aneka dan dasar kimia paling terdampak, dengan 6.001 pekerja kehilangan mata pencaharian. Sampai Februari 2025, tercatat 978 kasus PHK.
"Ini bukan sekadar statistik, melainkan ribuan keluarga yang kehilangan penghidupan. Negara tak boleh abai!" tegasnya.
Menanggapi situasi ini, Fraksi PDI Perjuangan mendesak Pemprov Jawa Timur untuk mengambil langkah protektif. Hari Yulianto mendorong revisi Perda Ketenagakerjaan untuk memperkuat perlindungan buruh, khususnya pekerja informal, perempuan, dan buruh kontrak. Ia juga mengkritik sistem outsourcing yang menciptakan ketidakpastian.
"Kami akan mengawal ketat pelaksanaan Perda dan Pergub terkait perlindungan tenaga kerja. Tidak boleh ada lagi PHK sewenang-wenang tanpa prosedur adil," tambahnya.
Lebih lanjut, Hari Yulianto, yang juga Anggota Komisi E DPRD Jatim, menekankan perlunya kepastian kerja sebagai agenda politik utama di daerah. Ia meminta kolaborasi lintas sektor dan regulasi yang berpihak pada buruh, termasuk insentif bagi perusahaan yang mempertahankan tenaga kerjanya.
Fraksi PDI Perjuangan juga menuntut perluasan jaring pengaman sosial, seperti pelatihan vokasi, insentif wirausaha, dan kemudahan akses bantuan ekonomi. "Jangan biarkan buruh yang di-PHK kehilangan segalanya. Negara harus hadir dengan kebijakan afirmatif," tandasnya.
Hari Yulianto juga mengkritisi ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan buruh. Ia menekankan bahwa indikator keberhasilan pembangunan bukan hanya angka makro, tetapi juga peningkatan kualitas hidup buruh dan keluarganya. Setiap kebijakan ekonomi, menurutnya, harus diuji dengan satu pertanyaan: apakah kebijakan ini berpihak pada rakyat pekerja?
"Buruh tidak sendirian. Fraksi PDI Perjuangan akan terus memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan bagi mereka," tutup Hari Yulianto.