Sumenep, Madura Post – Kematian Nihayatus Sa’adah, 27, akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi pada 5 Oktober 2024 lalu, kembali menguak pertanyaan besar mengenai kinerja Polres Sumenep dalam menangani kasus serupa.
Anggota DPRD Sumenep, Samioeddin, menilai Polres Sumenep perlu melakukan evaluasi mendalam. Pasalnya, laporan KDRT yang diajukan keluarga korban pada Juni 2024 lalu, terkesan diabaikan.
"Tidak seharusnya menunggu korban meninggal baru diproses. Jangan sampai laporan masyarakat kecil diabaikan," tegas Samioeddin.
Senada dengan Samioeddin, Ketua Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Sumenep, Nunung Fitriana, juga menyoroti kinerja Polres Sumenep. Dia menilai, pernyataan tersangka yang menyalahkan korban karena menolak berhubungan badan justru semakin menyudutkan korban.
"Seharusnya Polres Sumenep segera menindaklanjuti laporan KDRT. Pernyataan tersangka itu perlu didalami, karena terkesan mengalihkan kesalahan," ujar Nunung.
Nunung mendesak pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Menurutnya, tindakan pelaku yang berulang kali melakukan KDRT hingga mengakibatkan kematian, menunjukkan unsur kesengajaan.
"Pelaku harus dihukum maksimal atas perbuatan kejamnya," tegas Nunung.
Terkait hal ini, Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, menjelaskan bahwa pihaknya telah memanggil kedua belah pihak pada pelaporan pertama. Namun, baik pelapor maupun terlapor tidak memenuhi panggilan.
"Kami sudah menindaklanjuti laporan tersebut, namun kedua belah pihak tidak hadir," ungkap Widiarti.
Perlu diketahui, laporan KDRT pertama kali diajukan oleh ayah korban, Sujoto, pada 22 Juni 2024. Saat itu, korban mengalami lebam di wajah dan bekas cekikan di leher. Setelah sembuh, korban kembali ke rumah suaminya.
Pada 4 Oktober 2024, sekitar pukul 01.00, korban kembali cekcok dengan suaminya. Pelaku yang marah kemudian memukul wajah korban hingga mengalami memar di mata kanan. Keesokan harinya, korban dinyatakan meninggal dunia.