Banyuwangi, Madura Post – Kontestasi politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 terus menjadi sorotan. Pasalnya, jika tidak diwaspadai, bisa saja terjadi pelanggaran terstruktur yang merugikan demokrasi.
Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Aturan ini mewajibkan seluruh pejabat negara, daerah, ASN, TNI, Polri, bahkan kepala desa dan lurah untuk mematuhi aturan tersebut.
Salah satu poin penting dalam UU tersebut adalah larangan bagi pejabat negara, daerah, ASN, TNI/POLRI, dan kepala desa untuk membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Aturan ini juga melarang Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota untuk melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon hingga akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Lebih lanjut, pejabat daerah dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Aturan ini juga berlaku untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.
Yang menarik, jika Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, dan Walikota, atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan tersebut, mereka terancam dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Sementara itu, bagi pejabat negara atau daerah yang bukan petahana, sanksi pelanggaran diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"UU itu masih berlaku, memang kita pakai UU ini untuk Pilkada Serentak 2024," tegas Komisioner KPU Banyuwangi Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Anang Lukman Afandi, Selasa (10/9/2024).
Anang menambahkan, jika selama pelaksanaan tahapan Pilkada terjadi pelanggaran terkait isi Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, masyarakat dapat melaporkan. Temuan Bawaslu juga dapat menjadi dasar untuk menindak pelanggaran tersebut.
"Bisa temuan atau laporan, temuan oleh Bawaslu, laporan dari masyarakat," pungkasnya.