Yogyakarta – Suasana politik Indonesia memanas menjelang pengesahan Revisi UU Pilkada yang direncanakan hari ini, Kamis (22/8/2024). Para dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) kompak angkat bicara dan menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi ini. Mereka bahkan menyebut kondisi saat ini sebagai "Darurat Demokrasi Indonesia".
Wakil Rektor III UGM, Arie Sujito, mengungkapkan kekecewaan para dosen UGM terhadap manuver politik yang terjadi. Menurutnya, pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait syarat pencalonan Pilkada 2024 merupakan tindakan yang merusak tatanan politik dan hukum serta kaidah demokrasi.
"Ini adalah ancaman serius bagi demokrasi Indonesia. Kami para dosen UGM menyatakan sikap tegas terkait situasi darurat ini," tegas Arie.
Lima poin sikap yang disampaikan para dosen UGM adalah:
- Mengecam segala bentuk intervensi terhadap lembaga legislatif dan yudikatif yang bertujuan memanipulasi prosedur demokrasi demi melanggengkan kekuasaan.
- Menolak praktik legitimasi kekuasaan yang mendistorsi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.
- Mendorong dan menuntut penyelenggaraan Pilkada yang bermartabat, berkeadilan, dan sesuai kaidah hukum yang benar dan adil.
- Mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tetap menjaga marwah dan prinsip sebagai penyelenggara Pilkada yang bermartabat dengan berpegang teguh pada tatanan aturan hukum yang ditetapkan, termasuk mematuhi dan menjalankan sepenuhnya Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 sebagai landasan hukum.
- Mengajak semua lapisan masyarakat sebagai subjek demokrasi untuk berkonsolidasi dan berpartisipasi aktif menyelamatkan Demokrasi Indonesia.
Arie menegaskan, "Kami berharap DPR bersikap bijak dan tidak mengesahkan Revisi UU Pilkada yang berpotensi merusak demokrasi Indonesia. Kami mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama mengawal demokrasi dan memastikan Pilkada 2024 berlangsung dengan adil dan bermartabat."