Yogyakarta – Krisis demokrasi yang melanda Indonesia kini menjadi sorotan serius para akademisi. Abdul Gaffar Karim, dosen Fisipol UGM, mengungkapkan pandangan kritisnya tentang ironi demokrasi di era kepemimpinan terpilih.
"Bencana demokrasi datang dari mereka yang terpilih secara demokratis," tegas Gaffar. Ia menyoroti bahwa meskipun pemilu terus berjalan, proses deliberasi publik, yang seharusnya menjadi jantung demokrasi, justru semakin terpinggirkan. "Proses pemilihan tidak lagi menjamin adanya deliberasi yang sehat," ujarnya.
Gaffar juga membahas fenomena "backsliding" atau kemunduran demokrasi, di mana prinsip-prinsip demokratis terkikis oleh pemimpin yang seharusnya menjaga demokrasi itu sendiri. "Ini seperti KDRT, di mana suami yang seharusnya melindungi keluarga, justru melakukan kekerasan terhadap istri atau anaknya," ungkap Gaffar. Ia menambahkan bahwa selama dua dekade terakhir, demokrasi tidak lagi dirusak oleh kekuatan militer, melainkan oleh mereka yang terpilih melalui proses demokratis. "Tahun 70-an, tentara yang menggerus demokrasi. Namun sejak tahun 80-an, justru pemimpin yang terpilihlah yang merusaknya," jelasnya.
Krisis ini, menurut Gaffar, berdampak pada meningkatnya ketidakpercayaan publik terhadap proses deliberasi dalam demokrasi. Banyak masyarakat yang mengikuti pemilu hanya demi kepentingan sesaat, tanpa berharap adanya perbaikan dalam sistem. "Distrust kepada proses deliberasi sangat tinggi, sehingga banyak orang memilih berpartisipasi dalam pemilu hanya untuk mendapatkan keuntungan finansial," ujar Gaffar. Hal ini disebabkan oleh keyakinan bahwa para pemimpin yang terpilih tidak akan menjaga saluran deliberasi yang seharusnya menjadi pondasi demokrasi.
Di tengah krisis ini, Gaffar mengapresiasi peran masyarakat sipil yang terus berupaya menjaga nilai-nilai demokrasi. "Pada akhirnya, masyarakat sipil lah yang menjaga proses deliberasi demokrasi ini," bebernya.
Meskipun situasi demokrasi saat ini tampak suram, Gaffar berharap bahwa kesadaran akan pentingnya deliberasi publik dapat tumbuh lebih kuat di masa mendatang. Ia menekankan pentingnya peran semua pihak dalam menjaga agar demokrasi Indonesia bisa kembali berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip yang seharusnya.
Krisis demokrasi yang terjadi di Indonesia saat ini menunjukkan adanya paradoks dalam sistem politik, di mana para pemimpin yang terpilih justru menjadi ancaman terbesar bagi demokrasi. Deliberasi sebagai elemen penting dalam pengambilan keputusan demokratis semakin terabaikan, mengakibatkan tingginya ketidakpercayaan publik. Namun, di tengah tantangan ini, masyarakat sipil terus berperan penting dalam menjaga nilai-nilai demokrasi yang ideal.