MaduraPost melaporkan, perceraian dalam perkawinan campuran di Indonesia merupakan proses yang kompleks dan menantang, melibatkan hukum Indonesia dan mungkin juga hukum negara asal pasangan asing. Memahami implikasi hukum, hak, dan prosedur yang berlaku sangat penting untuk mencapai penyelesaian yang adil dan lancar. Selain aspek hukum, perbedaan budaya dan emosional juga dapat memperumit proses perceraian. Konsultasi hukum profesional sangat dianjurkan untuk melindungi hak dan kepentingan kedua belah pihak.
Dasar hukum perceraian di Indonesia bergantung pada agama pasangan. Untuk pasangan Muslim, perceraian diatur berdasarkan Hukum Islam dan diproses melalui Pengadilan Agama, melalui talak atau kesepakatan bersama. Pasangan non-Muslim, perceraiannya ditangani Pengadilan Negeri berdasarkan Hukum Perdata Indonesia. Prosesnya dapat memakan waktu lama, terutama jika tidak ada kesepakatan damai.

Beberapa alasan sah perceraian di Indonesia meliputi perselingkuhan, pengabaian selama dua tahun atau lebih, konflik yang tak terselesaikan, hukuman pidana penjara lama, penyakit fisik/mental yang mengganggu kewajiban pernikahan, dan kekerasan dalam rumah tangga. Permohonan cerai dapat diajukan oleh salah satu pihak, dengan bukti yang cukup untuk mendukung klaimnya.
Proses perceraian melibatkan pengajuan permohonan cerai ke pengadilan yang berwenang, sidang pengadilan untuk meninjau bukti dan kesaksian, kemungkinan mediasi untuk rekonsiliasi, dan akhirnya putusan perceraian resmi. Yurisdiksi menjadi faktor krusial dalam perkawinan campuran. Jika pernikahan terdaftar di Indonesia, pengadilan Indonesia yang berwenang. Namun, jika terdaftar di luar negeri, prosedur hukum di kedua negara mungkin diperlukan.
Pembagian aset dalam perceraian perkawinan campuran dapat rumit. Perjanjian pranikah atau pascanikah sangat penting untuk menentukan kepemilikan aset. Tanpa perjanjian tersebut, pengadilan akan memutuskan pembagian harta berdasarkan kontribusi masing-masing pihak, situasi keuangan, dan kepentingan anak. Tunjangan dan dukungan keuangan dapat diberikan pengadilan berdasarkan kebutuhan pasangan Indonesia, terutama jika ada anak.
Hak asuh anak biasanya diberikan kepada ibu untuk anak di bawah 12 tahun, kecuali ada alasan yang kuat. Anak di atas 12 tahun dapat menyatakan preferensinya. Kepentingan terbaik anak selalu diutamakan. Kewarganegaraan anak dapat ganda hingga usia 18 tahun, dan perceraian tidak otomatis mengubah status kewarganegaraan mereka.
Pasangan asing yang memiliki KITAS (Izin Tinggal Sementara) yang disponsori pasangannya mungkin kehilangan status tersebut setelah perceraian. Mereka perlu mengurus KITAS baru berdasarkan pekerjaan, bisnis, atau KITAP (Izin Tinggal Tetap) jika memenuhi syarat.
Perceraian dalam perkawinan campuran di Indonesia penuh tantangan hukum, keuangan, dan pribadi. Memahami proses hukum, hak properti, hak asuh anak, dan implikasi visa sangat penting. Bantuan hukum profesional sangat dianjurkan untuk memastikan penyelesaian yang adil dan melindungi hak-hak semua pihak.
Berita ini juga terbit di: www.vritimes.com/id