Surabaya – Tiga organisasi masyarakat di Jawa Timur, yaitu Projo, LSM MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Jatim, dan DPD GRIB Jaya Jatim, melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo pada Jumat (6/9/2024). Surat tersebut juga ditembuskan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto, Kemenko Polhukam RI, dan Kapolri.
Surat terbuka ini dilayangkan karena adanya ribuan surat panggilan untuk permintaan keterangan atau klarifikasi yang dilayangkan dari kepolisian di Jawa Timur. Surat panggilan tersebut ditujukan kepada pejabat di lingkungan Pemprov Jatim, Pemkab, Pemkot, serta para pengusaha terkait pengadaan barang dan jasa.
"Selain itu, ada oknum aparat penegak hukum yang masih melakukan pemanggilan terhadap bakal calon kepala daerah. Padahal, sudah ada Surat Telegram Kapolri nomor ST/1160/V/RES.1.24.2023 tentang Penundaan Proses Hukum terkait pengungkapan kasus tindak pidana yang melibatkan peserta Pemilu 2024. Kita tahu bersama, kemarin kita baca di media ada panggilan kepada calon bupati di Lumajang," jelas Heru Satriyo, Ketua LSM MAKI Jatim.
Heru menilai telah terjadi inkonsistensi yang dilakukan aparat penegak hukum itu sendiri terhadap aturan yang dikeluarkannya. "Sama halnya juga tiba-tiba ada surat penetapan tersangka terhadap calon bupati Situbondo oleh KPK. Masyarakat jelas marah, tiba-tiba calon pemimpinnya ditersangkakan seperti itu dan dipanggil-panggil untuk diperiksa. Kami sepakat mendukung pemberantasan korupsi dan penegakan hukum di Jatim, tapi jangan ada oknum aparat yang menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi serta bekerja tidak profesional," tegasnya.
Panglima Cobra 08 alias H. Abdul Gani Ngabalin, yang juga terlibat dalam aksi ini, menegaskan bahwa pihaknya mencintai institusi Polri dan instansi penegak hukum lainnya. Namun, mereka meminta agar institusi tersebut tidak dikotori atau dirusak oleh ulah sejumlah oknum aparatnya.
"Ada ultimatum 7×24 jam terkait surat terbuka ini. Jika tidak digubris oleh pemerintah, kami tidak mengancam, kami hanya ingatkan bahwa ratusan ribu masyarakat Jatim akan saya ajak untuk turun ke jalan melakukan aksi demo. Kami minta juga dilakukan audit kinerja terkait surat permintaan keterangan yang dilayangkan, dibandingkan jumlah yang menjadi perkara. Oknum-oknum itu agar diberi sanksi tegas dan dievaluasi penempatan tugasnya," tegas Ngabalin.
Aksi ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar tentang kinerja aparat penegak hukum di Jawa Timur. Apakah ultimatum yang diberikan oleh ‘Jatim Menjerit’ akan ditanggapi serius oleh pemerintah? Kita tunggu saja perkembangannya.