Surabaya, Madura Post – Muhammad Saifuddin, Anggota Komisi A DPRD Surabaya sekaligus mantan aktivis PMII, memberikan pandangan tajam terkait refleksi Sumpah Pemuda di era modern. Ia menyatakan bahwa tantangan terbesar bagi pemuda saat ini bukan lagi represi kekuasaan seperti di masa lalu, melainkan musuh yang lebih subtil: apatisme, kemalasan berpikir, dan ketergantungan pada dunia digital.
"Dulu, musuh pemuda jelas adalah rezim otoriter. Tapi setelah reformasi 1998, banyak pemuda justru kehilangan arah, bingung menentukan siapa yang harus dilawan," ungkap Saifuddin pada Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, kebebasan yang meluas pasca reformasi justru menjebak sebagian pemuda dalam sikap acuh tak acuh terhadap kondisi sosial. Apatisme, lanjutnya, adalah penyakit berbahaya yang menggerogoti semangat perjuangan dan menjauhkan generasi muda dari cita-cita Indonesia Emas 2045.

Related Post
"Musuh terbesar pemuda sekarang adalah apatisme. Jika pemuda cuek dan tidak peduli, mereka akan tertinggal dan kehilangan semangat untuk memajukan bangsa," tegasnya.
Saifuddin juga menyoroti lemahnya budaya membaca di kalangan generasi muda yang mendorong pola pikir instan dan pragmatis. Ia menekankan pentingnya budaya literasi sebagai fondasi kemajuan bangsa, mencontohkan negara-negara maju seperti Jepang yang sangat menjunjung tinggi budaya membaca.
Perkembangan digitalisasi, menurut Saifuddin, harus dimanfaatkan sebagai peluang, bukan menjadi jebakan. Ia mengingatkan agar pemuda tidak kehilangan nilai-nilai budaya ketimuran dan jati diri bangsa di tengah derasnya arus digitalisasi.
"Digitalisasi harus disambut dengan semangat, tapi tetap berpegang pada kaidah budaya kita. Jangan sampai kita diperbudak oleh dunia digital dan kehilangan arah moral," pesannya.
Saifuddin mengajak pemuda Surabaya untuk menghidupkan kembali semangat kritis, literatif, dan nasionalis dalam kehidupan sehari-hari. Ia menekankan bahwa Sumpah Pemuda adalah momentum untuk mengukur kemampuan generasi muda dalam menjaga idealisme dan karakter bangsa.
"Pemuda harus sadar akan perannya. Jika generasi muda berhenti berpikir dan membaca, maka bangsa ini juga akan berhenti maju," pungkasnya.
Saifuddin berharap semangat Sumpah Pemuda menjadi kompas moral bagi generasi muda dalam menghadapi era digital yang penuh tantangan, dengan tetap berpikiran terbuka tanpa kehilangan akar budaya dan nasionalisme.



Tinggalkan komentar