Blitar, Madura Post – Pernyataan kontroversial Wali Kota Blitar, Syauqul Muhibbin, yang menyebut dirinya sebagai "babu masyarakat" menuai sorotan tajam. Pengamat sosial dan politik, Trijanto, menilai statemen ini bukan sekadar jargon, melainkan sebuah tantangan besar bagi seluruh jajaran pemerintahan Kota Blitar untuk membuktikan komitmennya dalam memberantas praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Trijanto mengingatkan agar simbol kerakyatan ini tidak hanya menjadi "sandiwara" belaka. Ia khawatir APBD, yang notabene adalah uang rakyat, justru menjadi lahan subur bagi praktik kongkalikong dan nepotisme. Menurutnya, harus ada tolok ukur yang jelas untuk menguji keseriusan pernyataan tersebut.

"Komitmen itu baru bermakna jika dalam lima tahun kepemimpinan tidak ada bukti kuat terjadinya praktik ‘pembagian proyek’ atau pungutan liar," tegas Trijanto, Senin (20/10/2025). Ia menambahkan, jika justru ada indikasi pengondisian kebijakan atau proyek demi keuntungan pribadi atau kelompok, maka simbol "babu masyarakat" hanyalah kamuflase retorika basi yang menipu rakyat.

Related Post
Trijanto menekankan bahwa masyarakat Blitar mengharapkan pemimpin yang benar-benar memposisikan diri sebagai pelayan, bukan penguasa. Kepemimpinan sejati, menurutnya, bukanlah soal pencitraan atau trending topic media sosial, melainkan aksi nyata memberantas praktik koruptif.
Tantangan terberat bagi Wali Kota Blitar, lanjut Trijanto, adalah memenuhi janji moral kepada rakyat dan menolak segala godaan tarik-menarik kepentingan. Ia menilai, statemen "babu masyarakat" akan menjadi pernyataan luar biasa jika dibuktikan dengan tindakan nyata.
"Jika tidak, itu hanyalah sinetron politik yang bisa dipandang sinis oleh rakyat yang sangat cerdas dan kritis. Sudah waktunya mengakhiri drama dan memulai era baru kepemimpinan yang benar-benar melayani, bersih, dan bertanggung jawab," pungkasnya.
Pernyataan ini muncul di tengah kisruh antara Wali Kota Syauqul Muhibbin dan Wakil Wali Kota Elim Tyu Samba, di mana sebelumnya Wali Kota sempat menyebut wakilnya sebagai "pembantu". Pernyataan tersebut sempat menuai polemik karena dianggap merendahkan posisi Wakil Wali Kota. Namun, Syauqul Muhibbin membantah adanya niatan merendahkan dan menegaskan bahwa sebagai pejabat publik, ia dan seluruh ASN harus siap menjadi "pelayan" atau "babu" masyarakat.









Tinggalkan komentar