Surabaya – Ratusan warga Surabaya berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Surabaya, Selasa (17/9/2024), mendeklarasikan dukungan mereka untuk mencoblos kotak kosong dalam Pilwali Surabaya 2024. Aksi ini diwarnai dengan spanduk dan baliho besar yang menyerukan perlawanan terhadap calon tunggal yang diusung oleh partai politik.
Koordinator Aliansi Relawan Surabaya, Rudy Gaol, menyatakan bahwa gerakan ini merupakan bentuk protes terhadap sistem politik yang dinilai mengabaikan kepentingan rakyat. "Kami memilih kotak kosong karena para elit partai lebih mementingkan konsolidasi kekuasaan daripada kesejahteraan rakyat Surabaya," tegas Rudy.
Massa juga menyuarakan kekecewaan terhadap para elit partai yang dianggap hanya berfokus pada ambisi politik pribadi dan oligarki. Mereka menilai bahwa kesejahteraan rakyat Surabaya semakin terabaikan. "Pilwali ini bukan sekadar panggung politik bagi para elit untuk berbagi kekuasaan. Kami berharap dengan kemenangan kotak kosong, pesan kami akan sampai ke telinga partai bahwa perubahan nyata diperlukan, bukan sekadar janji manis," tambah Rudy.
Rudy juga mengkritik kebijakan Wali Kota Eri Cahyadi yang dinilai tidak konsisten, terutama terkait gaji tenaga kerja kontrak di Surabaya yang kini di bawah Upah Minimum Kota (UMK). "Saat Risma masih menjabat, para tenaga kerja kontrak menerima gaji sesuai UMK. Namun, sejak Eri memimpin, gaji mereka bahkan ada yang hanya Rp3,6 juta hingga Rp4,2 juta," ungkap Rudy.
Rudy optimis bahwa dukungan untuk kotak kosong akan meluas di kalangan warga Surabaya. Ia menyebut bahwa pihaknya telah mempersiapkan relawan dan alat peraga untuk menyosialisasikan gerakan ini ke berbagai wilayah kota. "Kami menargetkan 65 persen suara warga Surabaya untuk mencoblos kotak kosong," ujarnya.
Rudy menjelaskan bahwa jika kotak kosong menang, maka pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri akan menunjuk Pejabat (PJ) sementara selama satu tahun, sebelum menggelar Pilkada ulang pada 2025. "Ini adalah kesempatan untuk menghadirkan calon-calon baru yang lebih layak dan mampu memimpin Surabaya ke arah yang lebih baik," ungkapnya.
Rudy menekankan harapannya agar warga Surabaya sadar akan pentingnya perubahan kepemimpinan yang lebih progresif. Ia mencontohkan bagaimana kota kecil seperti Solo mampu mengembangkan "Tekno Park" yang mendukung perkembangan teknologi digital bagi anak muda. "PAD Surabaya adalah yang terbesar di Indonesia, tapi kita tertinggal dalam mempersiapkan anak muda menghadapi tantangan dunia digital. Eri Cahyadi tidak paham tantangan ini, dan kita butuh pemimpin yang lebih visioner," pungkasnya.