Berdasarkan laporan MaduraPost, harga Bitcoin menunjukan kinerja yang sangat impresif sepanjang tahun 2024, dengan peningkatan sebesar 129% secara year-to-date (YTD). Saat ini, Bitcoin (BTC) diperdagangkan di angka Rp1,52 miliar, mendekati level psikologis Rp1,59 miliar atau sekitar US$100.000. Kenaikan signifikan ini didorong oleh beberapa faktor, termasuk halving Bitcoin pada bulan April 2024, kondisi ekonomi global, dan meningkatnya minat investor institusional.
Halving Bitcoin, yang mengurangi hadiah blok menjadi 3,125 BTC, menjadi katalis utama kenaikan harga. Sejarah menunjukkan bahwa halving seringkali memicu lonjakan harga karena berkurangnya pasokan. Sejak halving, harga Bitcoin telah meningkat lebih dari 85%, menembus Rp1,51 miliar (sekitar US$95.000) di awal Desember.
Fyqieh Fachrur dari Tokocrypto melihat tren ini sebagai indikator optimisme pasar yang kuat. "Halving menciptakan efek domino yang tidak hanya menggerakkan pasar, tetapi juga meningkatkan minat investor terhadap Bitcoin sebagai aset pelindung nilai, terutama di tengah ketidakpastian global. Namun, volatilitas tetap menjadi tantangan besar," katanya.
Selain dampak halving, posisi Bitcoin sebagai "emas digital" di tengah kekhawatiran inflasi dan ketidakpastian geopolitik juga menarik perhatian investor. Kebijakan ramah kripto dari hasil pemilihan Presiden AS juga turut memperkuat sentimen positif. Kontrak Bitcoin Futures di Chicago Mercantile Exchange (CME) bahkan telah dua kali menembus angka Rp1,59 miliar (US$100.200), memberikan harapan bahwa harga spot Bitcoin akan segera menyusul.
Meskipun demikian, data on-chain menunjukkan potensi konsolidasi jangka pendek. Relative Strength Index (RSI) Bitcoin berada di angka 61, mendekati wilayah overbought, yang mengindikasikan kemungkinan tekanan jual dalam waktu dekat.
Target Rp1,59 miliar (US$100.000) merupakan level psikologis penting dan indikator sentimen pasar secara keseluruhan. Namun, upaya Bitcoin untuk menembus angka tersebut masih menghadapi tantangan, salah satunya adalah arus keluar mingguan dari ETF BTC-spot AS, meskipun November mencatat rekor arus masuk bulanan sebesar US$6,68 miliar, didominasi oleh BlackRock melalui iShares Bitcoin Trust (IBIT) dengan kontribusi US$5,33 miliar.
Tren positif ini menunjukkan perubahan signifikan dalam keseimbangan permintaan-penawaran BTC, didukung oleh antisipasi pembaruan regulasi di AS yang memicu lonjakan pengajuan ETF kripto-spot baru. Meskipun harga BTC mencapai US$99.318 pada November, aksi ambil untung oleh investor memerlukan fase akumulasi ulang sebelum BTC dapat menembus level US$100.000 secara berkelanjutan.
Fyqieh menambahkan bahwa keberhasilan Bitcoin menembus level ini akan memberikan momentum baru bagi pasar kripto. "Jika Bitcoin berhasil mempertahankan harga di atas Rp1,59 miliar, ini bisa menjadi sinyal kuat untuk musim bullish berikutnya. Namun, rotasi investor ke altcoin juga bisa menjadi tantangan tersendiri," jelasnya.
Para analis optimis terhadap masa depan Bitcoin, memproyeksikan harga mencapai Rp1,75 miliar (US$110.000) pada awal 2025. Namun, risiko seperti perubahan regulasi dan tekanan jual dapat mempengaruhi perjalanan harga. "Pasar Bitcoin saat ini masih sangat sensitif terhadap perubahan sentimen. Jadi, meskipun prospek jangka panjang tetap positif, investor harus tetap waspada terhadap potensi koreksi mendadak," tutup Fyqieh.
Berita ini juga terbit di: www.vritimes.com/id