Media MaduraPost melaporkan bahwa harga emas (XAU/USD) pada Senin (16/12) pagi ini diperdagangkan relatif datar di sekitar $2.650. Meskipun tren bearish masih mendominasi, beberapa faktor diprediksi akan memberikan dukungan jangka pendek terhadap logam mulia ini. Salah satu faktor tersebut adalah pembelian emas yang kuat dari bank sentral.
Andy Nugraha, analis dari Dupoin Indonesia, menjelaskan bahwa indikator teknikal menunjukkan potensi penurunan harga emas hingga $2.645. Namun, ia juga memprediksi potensi rebound hingga $2.663. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah, khususnya rencana Israel untuk melipatgandakan populasi di Dataran Tinggi Golan, juga berkontribusi pada peningkatan permintaan emas sebagai aset safe haven. Permintaan dari bank sentral, yang telah berlangsung hampir 15 tahun dan diperkirakan berlanjut hingga 2025 menurut World Gold Council, semakin memperkuat posisi emas.
Di sisi lain, kekuatan ekonomi AS dan potensi kenaikan inflasi akibat rencana tarif Presiden AS terpilih, Donald Trump, dapat menekan harga emas. Carsten Menke, analis dari Julius Baer, berpendapat bahwa ekonomi AS yang kuat akan memperkuat dolar AS, sehingga menekan harga komoditas berbasis dolar, termasuk emas. Ia menambahkan bahwa ekspektasi ekonomi yang kuat mengurangi kemungkinan penurunan suku bunga, yang pada gilirannya mengurangi daya tarik emas sebagai aset safe haven.
Para pelaku pasar kini menantikan rilis data Indeks Manajer Pembelian (IMP) AS bulan Desember dan pertemuan The Fed pada hari Rabu. Pertemuan The Fed diperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin, dan pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, akan menjadi sorotan utama.
Secara keseluruhan, harga emas masih menghadapi tekanan dari tren bearish, meskipun permintaan dari bank sentral dan ketegangan geopolitik memberikan dukungan jangka pendek. Andy Nugraha memperkirakan harga emas akan bergerak di kisaran $2.645 hingga $2.663 hari ini, bergantung pada sentimen pasar dan data ekonomi yang dirilis.
Berita ini juga terbit di: www.vritimes.com/id
