Laporan dari MaduraPost menyebutkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengalami lonjakan signifikan sebesar 6%, mendekati level tertinggi dua minggu pada Senin (25/11). Saat ini, WTI diperdagangkan pada angka $71,38 per barel, naik 14 sen atau 0,2%. Analis dari Dupoin Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan lonjakan ini didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik antara negara-negara Barat dengan Rusia dan Iran, dua produsen minyak utama dunia. Kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan menjadi faktor utama pendorong kenaikan harga.
Secara teknikal, Andy menambahkan, tren bullish mendominasi pergerakan harga WTI, berdasarkan indikator Moving Average. Potensi kenaikan hingga mencapai level resistensi $72,50 terbuka lebar. Namun, jika momentum ini gagal dipertahankan dan terjadi pembalikan arah, level support terdekat berada di $68,50.
Ketegangan geopolitik yang meningkat semakin memperkuat sentimen bullish. Peluncuran rudal hipersonik Rusia ke Ukraina sebagai peringatan kepada Amerika Serikat dan Inggris, yang mendukung Ukraina dengan senjata canggih, menjadi salah satu faktornya. Reaksi keras Iran terhadap resolusi Badan Energi Atom Internasional (IAEA), termasuk pengayaan uranium menggunakan sentrifus canggih, juga menambah kekhawatiran. Hal ini meningkatkan risiko sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran, terutama jika Donald Trump kembali berkuasa, yang berpotensi memperburuk kelangkaan pasokan global.
Dari sisi permintaan, impor minyak mentah Tiongkok melonjak pada November, didorong oleh harga yang lebih rendah. Sementara itu, produksi penyulingan minyak India meningkat 3% secara tahunan menjadi 5,04 juta barel per hari pada Oktober, sejalan dengan peningkatan ekspor bahan bakar. Kedua faktor ini memberikan dukungan tambahan terhadap harga minyak.
OPEC+ saat ini mempertimbangkan untuk menunda rencana peningkatan produksi hingga kuartal kedua tahun 2025. Pertemuan yang direncanakan di Wina pada Desember mendatang kemungkinan akan digelar secara daring, sebagai antisipasi terhadap ketidakpastian permintaan global dan fluktuasi harga minyak. Laporan mingguan jumlah rig minyak AS dari Baker Hughes, yang sebelumnya mencatat 478 rig aktif, juga akan menjadi indikator penting untuk memperkirakan produksi minyak AS di masa mendatang.
Secara keseluruhan, dengan sentimen positif dari sisi teknikal dan fundamental, WTI menunjukkan potensi kenaikan yang kuat. Namun, Andy Nugraha menekankan bahwa tren bullish ini perlu dikonfirmasi oleh data ekonomi dan perkembangan geopolitik selanjutnya. Jika ketegangan meningkat, harga minyak berpotensi terus menguat. Sebaliknya, jika pasar mengantisipasi penurunan permintaan atau peningkatan pasokan yang signifikan, level support $68,50 akan menjadi acuan penting.
Berita ini juga terbit di: www.vritimes.com/id