Jakarta – DPR kembali geram dengan kasus kebocoran data publik yang terjadi di Indonesia. Kali ini, diduga sebanyak 6,6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masyarakat bocor oleh pihak yang mengaku Bjorka.
"Keamanan data milik instansi pemerintah merupakan masalah yang terus berulang terjadi," ujar Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid dengan nada kecewa.
Meutya mengaku, Komisi I DPR RI telah berupaya keras mendorong pemerintah untuk mencegah terjadinya kebocoran data yang terus berulang. Namun, dengan sisa masa periode DPR 2019-2024 yang tinggal menghitung hari, dia berharap anggota DPR selanjutnya untuk melanjutkan perjuangan ini dan memastikan pemerintah serius menangani kasus ini.
"Di masa kerja kami yang tinggal beberapa hari lagi, tentu tidak banyak yang bisa dilakukan. Mungkin nanti anggota DPR selanjutnya yang akan mengawal kebocoran data ini," katanya.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR, Tb. Hasanuddin, menyatakan bahwa pembentukan Lembaga Pelindungan Data Pribadi (PDP) sedang dalam tahap finalisasi. Ia menyebut, lembaga tersebut sudah disiapkan dan sedang disinkronisasikan oleh pemerintah. Menurut dia, pembentukan lembaga pengawas ini menjadi salah satu upaya pemerintah menutup celah insiden kebocoran data.
"Saya dapat informasi (Lembaga PDP) sudah disiapkan dan sedang sinkronisasi, karena akan dibuat berupa peraturan pemerintah," katanya.
Seperti diketahui, Undang-undang PDP resmi diundangkan sejak 17 Oktober 2022. Berdasarkan Pasal 74 UU PDP, seluruh pihak wajib menyesuaikan dengan regulasi itu dalam pemrosesan data, sekaligus pembentukan lembaga pengawas paling lambat 2 (dua) tahun sejak undang-undang tersebut diundangkan. Artinya, pembentukan Lembaga PDP ini harus selesai sebelum 17 Oktober 2024.