Magetan, dikenal sebagai salah satu daerah penghasil sayur terbesar di Jawa Timur, tengah menghadapi dilema. Di satu sisi, potensi pertanian sayur di wilayah ini sangat besar, dengan berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan di lahan yang luas. Namun, di sisi lain, para petani sayur di Magetan harus berjibaku dengan harga yang fluktuatif dan ancaman Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Data dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (DTPHP) Magetan menunjukkan bahwa daun bawang mendominasi lahan sayur dengan luas mencapai 1.465 hektar per tahun. Diikuti oleh wortel (1.063 hektar), cabai keriting (881 hektar), dan berbagai jenis sayur lainnya. Produk sayur Magetan tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal, tetapi juga dipasok ke berbagai wilayah di luar daerah.
"Kami aktif memberikan pendampingan kepada petani hortikultura, termasuk pelatihan dan bantuan bibit, pupuk organik, serta infrastruktur," ujar Kepala DTPHP Magetan, Uswatul Chasanah. "Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan produksi dan menjaga stabilitas harga."
Namun, upaya pemerintah dalam menstabilkan harga sayur belum sepenuhnya berhasil. Fluktuasi harga yang terjadi, terutama saat musim panen, menjadi momok bagi para petani. "Ketika harga sayur meroket, pendapatan petani ikut meningkat. Namun, ketika harga jatuh, mereka kesulitan menutupi biaya produksi," jelas Uswatul.
Tantangan lain yang dihadapi petani sayur di Magetan adalah iklim yang tidak menentu. Curah hujan yang tinggi atau perubahan cuaca mendadak seringkali memicu serangan OPT yang merusak tanaman.
Di Desa Plumpung, Kecamatan Plaosan, para petani fokus mengembangkan tanaman hortikultura seperti kubis, bunga kol, daun bawang, dan bawang merah. "Sejak 2019, masyarakat semakin berminat dalam bertani hortikultura karena kebutuhan pasar yang tinggi dan iklim yang mendukung," ungkap Agus Yulianto, ketua Kelompok Tani Maju di Desa Plumpung.
Agus mengakui bahwa tantangan sebagai petani hortikultura cukup kompleks. "Mulai dari pengelolaan hama hingga manajemen lahan, petani harus memiliki strategi dan riset yang baik," kata Agus. "Terutama dalam memilih pupuk atau pestisida yang sesuai agar hasil panen tetap berkualitas."
Agus juga menyoroti tingginya biaya sewa lahan pertanian yang menambah beban produksi petani. "Kami berharap ada acuan harga dari pemerintah untuk menjaga kestabilan pendapatan," harap Agus. "Jika ada harga acuan, petani, terutama petani milenial, akan lebih bersemangat. Namun saat harga jatuh, banyak petani merasa kurang mendapat perhatian."
Dengan potensi yang besar, sektor hortikultura di Magetan memerlukan perhatian serius. Upaya peningkatan kualitas produksi, stabilitas harga, dan dukungan infrastruktur yang memadai diharapkan dapat memperkuat posisi Magetan sebagai lumbung sayur di Jawa Timur.