Kota Mojokerto ternyata masih bergantung pada daerah lain untuk memenuhi kebutuhan pangannya, meskipun berhasil meraih penghargaan Peduli Ketahanan Pangan (PKP) dari Pemprov Jawa Timur tahun lalu.
Walaupun punya area persawahan seluas 443,82 Ha, Kota Mojokerto ternyata masih kesulitan memenuhi kebutuhan pangan sendiri. "Kita masih mengandalkan daerah lain. Beras juga masih ngambil dari daerah lain," ungkap Muhammad Hekamarta Fanani, Plt Kepala DKPP Kota Mojokerto.
Heka, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa luas tanaman padi di Kota Mojokerto mencapai 382,82 Ha dan tanaman tebu seluas 61 Ha. Sepanjang tahun 2024, produksi padi di Kota Mojokerto mencapai 2.419,67 ton dan tebu 6.619,50 ton.
Namun, tantangan terbesar yang dihadapi Kota Mojokerto adalah berkurangnya area persawahan akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman. "Kayaknya iya (area persawahan berkurang) karena tiap tahun ada perumahan baru, klaster baru," kata Heka.
Untuk mengoptimalkan lahan yang ada, Pemkot Mojokerto melalui DKPP memberikan bantuan bibit padi, bibit cabai, pupuk dan pestisida kepada Gabungan Kelompok Petani (Gapoktan) di Kota Mojokerto.
Selain itu, Pemkot Mojokerto juga menggalakkan cabainisasi atau gerakan menanam cabai untuk mengendalikan harga cabai yang sempat melonjak tinggi. "Tapi terpencar, tidak satu area yang sama, KWT (Kelompok Wanita Tani) untuk pengguatan rumah tangga saja," jelas Heka.
DKPP Kota Mojokerto juga berencana membuat program "satu rumah, satu komoditas" untuk memperkuat ketahanan pangan di lingkungan masing-masing. Warga bebas menanam komoditas sesuai keinginan dan tidak dibatasi jenisnya. "Bagaimana masyarakat bisa makan dengan keterbatasan yang ada. Saya punya planing, satu rumah, satu komoditas," pungkas Heka.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Pemkot Mojokerto terus berupaya untuk meningkatkan produksi pangan dan mengoptimalkan lahan yang ada. Semoga program-program yang digulirkan dapat membantu Kota Mojokerto untuk mencapai ketahanan pangan yang lebih baik di masa depan.