Sumenep, Madura Post – Musim kemarau seharusnya menjadi berkah bagi petambak garam di Sumenep. Produksi garam melimpah, namun senyum mereka sirna karena harga jual yang anjlok. Para petambak mengeluh merugi hingga puluhan juta rupiah akibat harga garam yang hanya Rp800 per kilogram.
Asrawi, petambak asal Saronggi, mengungkapkan keprihatinannya. "Minimal Rp1.100-Rp1.200 per kilogram, itu sudah normal," ujarnya. Ia menuturkan, biaya produksi garam sangat tinggi, mulai dari terpal yang mencapai Rp13 juta hingga Rp17 juta, upah pekerja, dan kebutuhan produksi lainnya.
Khairul, petambak asal Kalianget, menimpali dengan nada kecewa. "Kerugian saya sudah mencapai Rp20 juta, bahkan lebih," ungkapnya. Ia menyayangkan harga yang tidak sebanding dengan kualitas garam yang dihasilkan. "Padahal di sini kualitas garam sangat bagus, cuaca juga bagus tetapi harganya sangat memprihatinkan," keluhnya.
Ketua Asosiasi Petambak Garam (APG) Abdul Hayat terus berupaya memperjuangkan nasib para petambak. Ia telah melayangkan surat ke kementerian dan berharap ada respon positif sehingga harga garam dapat naik pada bulan ini.
Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Budidaya Dinas Perikanan (Diskan) Sumenep, Edie Ferrydianto, juga telah menyampaikan keluhan para petambak ke pemerintah pusat. Ia mengakui produksi garam di Sumenep tinggi, namun harga jual tidak menjanjikan.
"Saya akan perjuangkan harga garam, tetapi sebenarnya yang menentukan harga itu ada pada perusahaan garam ya," ujar Edie. Ia juga menjelaskan bahwa beberapa perusahaan garam mensyaratkan standar kualitas tertentu, seperti kadar natrium klorida yang tinggi. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, petambak dapat memperlama waktu panen.
Nasib para petambak garam di Sumenep kini berada di ujung tanduk. Harapan mereka tertuju pada pemerintah dan perusahaan garam untuk segera mengambil langkah konkret guna menyelamatkan mereka dari kerugian yang semakin besar.