Golkar Jawa Timur resmi mengusulkan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional dalam peringatan ulang tahun ke-60 partai. Usulan ini diklaim sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi Soeharto dalam membesarkan Golkar dan membangun Indonesia.
Namun, usulan ini menuai pro dan kontra. Akademisi Unair, Moordiati, menilai usulan ini sah secara politis mengingat peran besar Soeharto dalam Golkar. "Pak Harto adalah tokoh pertama yang membawa Golkar menjadi besar," ujar Moordiati.
Meski begitu, Moordiati menekankan pentingnya pertimbangan lebih luas terkait kontribusi dan dampak kepemimpinan Soeharto. "Selain jasa, perlu melihat konteks yang lebih luas tentang kontribusi dan dampak kepemimpinannya," jelasnya.
Moordiati juga menyoroti simbol budaya Jawa yang kental dalam kepemimpinan Soeharto. "Bagi sebagian orang, Pak Harto memang merepresentasikan simbol ke-Jawa-an. Dia berhasil menampilkan budaya Jawa dalam lingkup nasional, yang bisa jadi dianggap sebagai jawasentris," katanya.
"Namun, ini menjadi pertimbangan apakah kehadiran simbol budaya itu bisa diterima secara luas dalam kerangka Pahlawan Nasional," tambahnya.
Moordiati menilai kontribusi Soeharto lebih relevan sebagai "pahlawan pembangunan" ketimbang "bapak bangsa". Ia juga menekankan komitmen Soeharto pada prinsip demokratis selama 32 tahun berkuasa. "Pak Soeharto itu tidak pernah melanggar aturan demokratis, dan ini menjadi catatan penting bagi para pengikutnya," ujarnya.
Sementara itu, Alim Basa Tualeka dari Universitas Wijaya Kusuma Surabaya melihat usulan Golkar sebagai bentuk penghargaan atas kiprah Soeharto bagi partai dan negara. "Pengusulan nama Soeharto ini bisa dilihat dari kebijakan-kebijakan Pak Soeharto yang selalu mengutamakan kebijakan negara," ungkap Alim.
Baik Moordiati maupun Alim sepakat bahwa usulan ini akan menjadi diskusi panjang di kalangan masyarakat, akademisi, dan politisi. Dampak besar Soeharto dalam sejarah Indonesia menjadi pertimbangan penting dalam menentukan gelar Pahlawan Nasional.