Pamekasan, Madura Post – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan mendesak pemerintah untuk menghapus item penyediaan alat kontrasepsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada pasal 103 ayat 4 huruf E. Desakan ini muncul setelah diskusi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan Pamekasan, manajemen RSUD Smart Pamekasan, BKKBN Pamekasan, dan pimpinan badan otonom NU.
Wakil Ketua PCNU Pamekasan, Zainul Hasan, menyatakan bahwa item tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat. "Permintaan PCNU Pamekasan agar item E dalam pasal 103 ayat 4 PP 28 Tahun 2024 agar dihapus untuk menghindari penafsiran yang liar di tengah-tengah masyarakat," tegas Zainul.
PCNU Pamekasan menilai, item tersebut berpotensi memicu praktik perzinahan. "Kita berpegang pada kaidah fiqih yang berbunyi; dar’ul mafasid moqaddamun ala jalbil masolih, yang artinya mencegah kerusakan/kejahatan harus lebih diutamakan daripada meraih kebaikan," imbuh Zainul.
Meskipun demikian, PCNU Pamekasan akan menunggu arahan dari PWNU dan PBNU terkait dengan persoalan ini. "Kita menunggu arahan dari PWNU dan PBNU terkait dengan persoalan ini karena ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menjelaskan bahwa banyak pihak salah memahami item pasal tersebut. "Kita harus cari informasi dari sumber aslinya yang lebih akurat agar tidak salah memahaminya," kata Hasto.
Hasto menegaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi ditujukan untuk pasangan usia subur dan kelompok yang beresiko, bukan untuk siswa atau anak sekolah. "Kata kunci dari penjelasan di poin E ayat 4 pasal 104 itu adalah pasangan. Kata itu mewakili pengertian sebagai suami-istri, dengan penekanan bagi kelompok beresiko. Artinya, penyediaan alat kontrasepsi itu disiapkan bagi pasangan (suami-istri) yang jika hamil memiliki resiko," terangnya.
Tujuan dari penyediaan alat kontrasepsi, menurut Hasto, adalah untuk membantu pasangan usia subur dalam mengambil keputusan tentang usia ideal untuk hamil, jumlah ideal anak, serta kondisi kesehatannya.
Meskipun BKKBN memberikan penjelasan, PCNU tetap mendesak penghapusan item tersebut untuk meredam keresahan di masyarakat.